Polisi dianggap melakukan blunder karena mengeksekusi mati terduga teroris di Masjid Falatehan, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat malam (30/6).
Tembak mati terduga teroris tidak sesuai dengan standar penanganan atau SOP yang seharusnya hanya melumpuhkan pelaku.
"Jika melihat kondisi pelaku, jika polisi taat SOP, seharusnya tidak perlu ditembak mati. Cukup dilumpuhkan," ungkap Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta Pane, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu pagi (1/7).
Eksekusi mati terduga teroris adalah penindakan hasil penilaian sendiri atau diskresi petugas di lapangan. Namun, saat insiden di Falatehan terjadi, pelaku hanya menggunakan senjata tajam (sajam) yang digunakan untuk menusuk anggota polisi.
Selain itu, upaya melumpuhkan pelaku sebenarnya dapat dilakukan dengan menembak bagian kaki, tangan atau bagian tubuh yang tidak mematikan.
"Sayangnya polisi tidak profesional dan lebih doyan mengeksekusi pelaku yang hanya bersenjata tajam. Sehingga motif pelaku tidak terungkap," sesal Neta.
Padahal jika pelaku dibiarkan hidup maka kepolisian bisa leluasa menelusuri keberadaan teroris lain sekaligus mendalami motif pelaku.
"Polri seharusnya bisa membongkar motif, termasuk, siapa otak di belakang aksi penyerangan terhadap polisi. Terutama aksi penyerangan di dekat Mabes Polri tersebut," tuturnya.
Kelemahan dalam hal diskresi tersebut sempat menimbulkan geram Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Dalam pidatonya di Mabes Polri, 24 April lalu, mantan Kapolda Metro Jaya itu mengakui banyak anggotanya di lapangan paham tentang diskresi, tapi tidak paham dengan prakteknya.
Kemampuan diskresi yang kerap menjadi blunder itu pun membuat Tito menegur Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan (Kalemdiklat) Polri, Komisaris Jenderal Pol Moechgiyarto. Tito mengingatkan agar Kalemdiklat Polri mengutamakan hal diskresi dalam pelajaran ke anggota.
"Jangan sampai berlebihan padahal tidak ada ancaman apa-apa terhadap publik," kata Tito saat itu.
Kemarin malam, pelaku penusukan dua anggota Brimob tewas setelah ditembak polisi di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Sebelum dieksekusi mati, pelaku sempat melukai dua anggora Brimob dengan sangkur saat salat isya berjamaah di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Saat ini, dua korban dari Satuan Brimob, Kelapa Dua, Depok itu telah dirawat di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. [ald]
0 Komentar