Ini Jawaban Fitnah Keji Pasukan Kecebong Terhadap Tokoh Katolik


AKIBAT gigih membela kaum miskin dari penggusuran secara paksa plus pelanggaran hukum secara sempurna maka Sandyawan Sumardi diterpa berbagai fitnah yang antara lain tersurat pada hujatan lewat jalur media sosial: "Oh, ternyata si Sandyawan masih terus saja muka-tembok menyalahgunakan status keromoannya untuk membela Anies-Sandi dan untuk mencari nafkah hidupnya sendiri setelah menjadi miskin akibat dipecat dari gereja katolik!". 

Sebagai pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan yang kebetulan juga sedang mempelajari makna kemanusiaan dari Sandyawan Sumardi dan kebetulan sedikit mengerti duduk permasalahan yang sebenarnya, maka saya merasa wajib untuk mengoreksi fitnah tersebut.

Oh

Penggunaan kata seru “Oh” tidak perlu dikoreksi sebab sekedar suatu upaya mendramatisir masalah. Kalimat “masih terus saja muka-tembok” an sich juga tidak keliru maka tidak perlu dikoreksi sebab cukup sesuai dengan kenyataan bahwa Sandyawan Sumardi memang “masih terus saja muka-tembok” dalam konsisten dan konsekuen membela kaum tertindas yang sudah dilakukan Sandyawan sejak mempertaruhkan jiwa-raga dalam berjuang melindungi para korban tragedi Kudatuli 27 Juli 1996. Yang perlu dikoreksi adalah istilah “si” yang terkesan melecehkan. Jika tidak berniat melecehkan, cukup disebut nama saja tanpa perlu awal embel-embel  “si” .

Muka-Tembok

Namun kalimat “masih terus saja muka-tembok” langsung menjadi fitnah berlapis apabila dikaitkan dengan fitnah “menyalah-gunakan status keromoannya untuk membela Anies-Sandi “. Pada kenyataan saya tahu benar bahwa Sandyawan Sumardi tidak pernah menyebut diri Romo meski memang banyak pihak – termasuk saya --- memang menggunakan sebutan Romo tetapi bukan dalam makna keromoan agama Katolik namun dalam makna penghormatan sebagai seorang yang dibapakkan dalam kebudayaan Jawa sebab makna kata Romo dalam bahasa Jawa sinonim dengan Bapak.

Protes

Terus terang, Sandyawan Sumardi selalu protes keras terhadap saya apabila saya meyebut beliau “Romo” namun saya tetap nekad keras menyebut Romo sebab saya memang tulus keras ingin menghormati Sandyawan Sumardi sebagai seorang Romo tempat saya belajar kemanusiaan. Karena tidak pernah menganggap dirinya sebagai Romo maka Sandyawan Sumardi tidak bisa dituduh “menyalah-gunakan status keromoannya”. Tuduhan “membela Anies-Sandi” jelas tidak benar akibat Sandyawan Sumardi bukan pendukung apalagi pembela Anies-Sandi.

Pada Pilkada Jakarta 2017, Sandyawan Sumardi resmi menyatakan diri sebagai golput akibat sudah jera ikut memilih pemimpin yang selalu ingkar janji kampanye setelah menang Pemilu.

Mengundurkan Diri

Kalimat selanjutnya yang berbunyi “mencari nafkah hidupnya sendiri setelah menjadi miskin akibat dipecat dari gereja Katolik!" jelas fitnah. Sandyawan Sumardi mustahil “menjadi miskin” karena sepanjang hidupnya Sandyawan Sumardi tidak pernah tidak miskin sebab selalu mendampingi kaum miskin. Mereka yang menyebut Sandyawan Sumardi “miskin” justru adalah yang miskin akhlak dan budi pekerti sebab Sandyawan Sumardi adalah seorang yang bukan saja kaya namun kayaraya bahkan mahakayaraya dalam akhlak dan budi pekerti seperti misalnya Ibu Theresa atau Mahatma Gandhi.

Anugerah Tuhan

Kalimat “dipecat dari gereja Katolik“ layak memperoleh anugerah MURI sebagai fitnah paling keji sebab pada kenyataan Sandyawan Sumardi bukan dipecat namun mengundurkan diri dari gereja Katolik atas kehendak diri sendiri dengan alasan yang sebaiknya jangan diungkap di naskah ini demi mencegah jangan melukai perasaan pihak-pihak tertentu.

Kehendak Sandyawan Sumardi untuk mengundurkan diri masih belum dikabulkan oleh Vatikan. Maka jelas pernyataan bahwa Sandyawan dipecat dari gereja Katolik merupakan fitnah paling keji ! Bagi mereka yang meragukan pernyataan saya, silakan bertanya kepada tokoh Katolik dengan kredibilitas  tidak diragukan lagi yaitu Romo Frans Magnis Suseno.

Romo Frans berulang kali menegaskan kepada saya agar saya selalu mendukung perjuangan Sandyawan Sumardi akibat putera terbaik Nusantara kelahiran Jeneponto ini merupakan Anugerah Tuhan bagi kaum tertindas di persada Nusantara tercinta ini. Namun tidak mengherankan Sandyawan Sumardi difitnah sebab jangankan Sandyawan Sumardi sementara Jesus Kristus sendiri juga difitnah bahkan sampai disalib. Berarti fitnah merupakan salib bagi Sandyawan Sumardi yang  lestari “bermuka-tembok” dalam menempuh perjuangan menerabas kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah demi membela rakyat tertindas dari angkara murka penindasan oleh kaum penindas.[***]


Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan yang belajar kemanusiaan dari Sandyawan Sumardi

Posting Komentar

0 Komentar