Vonis 18 bulan penjara yang diterima Meliana, terkait kerusuhan Tanjungbalai, dirasa sebagian orang tidak adil. Salah satunya kader PDIP keturunan Tionghoa bernama Sandy Wu.
Dilansir dari status di medsos, Sandy sangat keberatan dengan vonis hakim terhadap Meliana. Dengan emosi, Sandy bahkan menyebut Kota Tanjungbalai adalah kota terbelakang, jika orang Tionghoa tidak ada.
"Faktanya, Tanjung Balai hanyalah kota terbelakang jika orang-orang Tionghoa tak mau datang dan bermukim di sana," tulis Sandy.
Dalam status yang sama, Sandy juga menampilkan sejarah kedatangan Tionghoa di Tanjungbalai.
.......
Datang karena diundang.
Walikota Tanjung Balai, Bahrum Damanik, mengambil langkah kebijakan penting ketika melihat kondisi kota yang dipimpinnya hanyalah kota transaksi bagi penduduk disekitarnya dimana hasil bumi mengalir memasuki kota ini melalui sampan-sampan kecil. Kota ini sendiri tidak punya penghasilan khusus dan menonjol..
Bahrum Damanik melakukan terobosan dengan mengundang para pengusaha tionghoa untuk datang ke Tanjung Balai dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi mereka untuk berusaha, membuka toko dan bertempat tinggal.
Maka berduyun-duyunlah mereka memasuki Tanjung Balai. Harga tanahpun segera meloncat. Jika dulu semeter persegi hanya Rp 3.000, telah berubah menjadi Rp 7.000, sampai 10.000.
Dari luas semula 190 hektar, Tanjung Balai berhasil diperluas dengan mendapatkan tambahan 240 hektar lagi dari kabupaten Asahan.
Walikota Bahrum Damanik tampaknya berhasil berbuat banyak dengan berdirinya gedung gedung bertingkat, perumahan maupun toko bergaya modern. Lebih dari itu kota ini mendapat julukan " Hongkong" nya Sumatera Utara.
Baca Juga : Fakta Mengejutkan Terkait Rusuh Tanjungbalai, Diungkap Pakar dari UIN Kalijaga
Sekedar mengingatkan, kasus ini bermula pada Senin, 29 Juli 2016. Suasana di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Kecamatan Tanjung Balai Selatan tegang setelah seorang warga, yaitu Meiliana menyampaikan proses terhadap suara azan yang menggema dari Masjid Al Maksun.
Berdasarkan penelusuran Tempo dua tahun lau, protes Meiliana disampaikan kepada salah seorang nazir masjid bernama Kasidik. Kasidik lalu memberi tahu teguran tersebut kepada jemaah masjid setelah Shalat Magrib.
Setelah berdialog dengan jemaah masjid, Harris Tua Marpaung selaku Imam Masjid dan beberapa pengurus Badan Kemakmuran Masjid mendatangi rumah Meiliana. Di sana sempat terjadi perdebatan antara jemaah masjid dengan Meiliana.
“Lu, Lu yaa (sambil menunjuk ke arah jemaah masjid). Itu masjid bikin telinga awak pekak. Kalau ada pula jemaah minta berdoa, minta kakilah bujang, bukannya angkat tangan,” ucap Meiliana seperti diceritakan Harris Tua saat dijumpai Tempo di Masjid Al Maksun pada Kamis, 4 Agustus 2016.
Perdebatan tersebut tidak berlangsung lama setelah suami Meiliana, Lian Tui, hadir menjadi penengah dan meminta maaf kepada jemaah masjid. Namun suasana kembali tegang setelah Meiliana kembali berteriak dan marah saat adzan Isya. Sikap itu membuat masyarakat makin emosi. Pengurus Badan Kemakmuran Masjid dan jemaah membawa Meiliana ke kantor Kelurahan Tanjung Balai Kota 1.
1 Komentar
dasar sandi kecebong tai
BalasHapus18 tahun itu enggak seberapa atas akibat yg telah diperbuat seorang meliana sang penista agama biadap, jgn lagi dia itu pulang ke kampung ini karena dia sumber masalah nnti