Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan jika pemerintah tidak mampu mempertahankan keadaan itu, maka paling tidak Jokowi harus memecat SMI dan Perry Warjiyo dari jabatan mereka masing-masing.
Menurut Salamuddin, sejak Jokowi memegang tampuk kekuasaan dana masyarakat di bank telah hilang nilainya hingga Rp 1.000 triliun.
Salah satu penyebabnya adalah menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ambruknya nilai tukar tersebut, kata dia, telah membuat masyarakat Indonesia mengalami penjarahan secara massal, bukan sekedar kecopetan.
"Mengapa? Karena nilai penjarahannya sangat besar. Bayangkan saja nilai uang masyarakat yang ada di bank langsung hilang dalam jumlah besar sejak Jokowi memenangkan Pilpres 2014 lalu, pasar langsung menyambut kemenangan Jokowi dengan kurs pada kisaran Rp 12.000 per dolas AS dari rata-rata kurs sepanjang pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) senilai Rp 9.000 per dolar AS," ungkapnya.
Kondisi itu, lanjut Daeng, membuat dana masyarakat sebesar Rp 5.013 triliun di perbankan nilainya hilang 20 persen atau Rp 1.000 triliun.
"Ini angka yang besar! Itu adalah kehilangan yang besar! tabungan masyarakat Indonesia dicuri oleh dolar di bank-bank pada masa pemerintahan Jokowi senilai Rp 1.000 triliun. Ini adalah pencurian terhadap seluruh negara! Terhadap seluruh keuangan masyarakat," ketusnya.
Oleh karena itu, tambah Daeng, Jokowi, SMI dan Perry Warjiyo harus bertanggung jawab. Adapun bentuk pertanggungjawaban pemerintah menurut dia adalah mengembalikan nilai tabungan masyarakat Indonesia di dunia perbankan sebelum terjadinya penyusutan.
"Kembalikan dana masyarakat pada nilai sebelum dicuri oleh dolar, memastikan dana itu masih ada di bank, mempersilakan masyarakat yang mau mengambil uangnya berapapun dan kapanpun uang itu harus ada," desaknya.
Pertanggungjawaban itu pun harus dilakukan oleh pemerintah dalam waktu sesegera mungkin.
"Saya dengar orang mulai sulit mencairkan uangnya," pungkasnya.[lov/rmol]
0 Komentar