CATAT! Ratusan Gempa Besar Intai Aceh, Patahan Lhokseumawe Bisa Sampai Skala 7



Sesar Samalanga-Sipopok yang menyebabkan gempa di Kabupaten Pidie Jaya pada Rabu pagi, 7 Desember 2016, tak hanya mengagetkan warga setempat, tapi juga para peneliti gempa. Musababnya, sesar ini sebelumnya bisa dikatakan “luput” dari pantauan. "Belum ada studi komprehensif tentang karakteristiknya, jadi aktivitas sesar ini tidak terprediksi," ujar peneliti geodesi deformasi batuan dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano.

Sebenarnya sesar ini pernah menimbulkan gempa pada 1967. Kala itu, gempa yang dihasilkan berkekuatan magnitudo 6,1. "Ini repot. Gempa berulang, tapi kita tak bisa memprediksinya," kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.

Sesar Samalanga-Sipopok termasuk kategori sesar mendatar atau lempeng yang bergerak secara horizontal. Gesekan kedua lempeng bumi menyebabkan gempa dengan panjang bidang mencapai 30 kilometer.

Lindu besar yang terjadi pada pukul 05.03 itu pun meluluhlantakkan ratusan bangunan dan membelah jalan utama di Pidie Jaya. Getaran episentrum gempa di kedalaman 15 kilometer bahkan mencapai Kota Banda Aceh yang berjarak lebih dari 100 kilometer.

Tak hanya sesar Samalanga-Sipopok, menurut Nugroho Dwi Hananto, peneliti geofisika dan geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, ada ratusan sesar lokal lain di Aceh yang belum teridentifikasi. “Selama ini perhatian para peneliti baru ke patahan Sumatera,” tutur dia.

Patahan Sumatera merupakan sesar paling aktif di Indonesia yang memanjang dari Aceh hingga Lampung. Sesar ini memiliki segmen-segmen kecil yang disebut sesar lokal. Potensi gempa sesar Sumatera beragam, dari kecil hingga magnitudo besar. Adapun potensi gempa sesar lokal yang belum teridentifikasi bisa mencapai kekuatan magnitudo 7. Selain di Pidie Jaya, ada juga patahan Lhokseumawe yang selama ini belum diketahui aktivitasnya.

Kepala Sub-Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Barat PVMBG, Sri Hidayati, mengatakan keberadaan sesar lokal sebetulnya bisa diketahui dari morfologi permukaan dengan melihat citra satelit suatu daerah. “Kalau geologi bisa melihat dari kelurusan morfologinya,” kata dia. Hanya, memang sulit meneliti karakteristik sesar.

Tak hanya mengejutkan, gempa Pidie Jaya juga mematikan. Jenis batuan yang ada bukan batuan kompak. Hal ini, kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kasbani, membuat getaran terasa jauh lebih besar ketimbang daerah yang batuannya kompak. Kedalaman gempa juga relatif dangkal. “Skala guncangan gempa mungkin lebih dari skala VI,” ucap Kasbani. Daya rusak gempa semakin kentara lantaran bangunan yang berdiri tak memenuhi standar gempa.

Setelah gempa, Kasbani langsung mengirimkan tim untuk memeriksa lokasi yang terkena dampak gempa untuk melihat surface rupture atau retakan permukaan. Tujuannya, melihat perkembangan sesar pada masa mendatang. “Agar ke depannya gempa sesar lokal bisa diprediksi,” ujar dia. Kasbani meminta agar warga mewaspadai gempa susulan yang biasanya selalu mengikuti gempa utama. (tempo)

Posting Komentar

0 Komentar