Hasil tidak resmi referendum Turki menunjukkan kecintaan rakyat Turki kepada presiden mereka Recep Tayyip Erdogan. Berdasar hasil sementara, lebih dari 51 persen pemilih memutuskan untuk mendukung amandemen.
Dengan keputusan ini, amandemen konstitusi yang digagas Erdogan bakal lolos. Konsekuensinya, tokoh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu bakal memiliki kekuasaan yang sangat besar. Selama ini kekuasaan ada di tangan parlemen dan urusan negara ditangani perdana menteri (PM). Jabatan presiden tidak terlalu memiliki kuasa.
Namun, dengan perubahan konstitusi yang diusulkannya, kekuasaan parlemen dikebiri. Sistem parlementer akan berubah menjadi presidensial. Erdogan mungkin bisa menjabat sebagai pemimpin negara hingga 2029.
Hasil tersebut disambut gempita oleh rakyat Turki. Mereka turun ke jalan dan bergembira. Sementara, tokoh-tokoh penentang amandemen berencana untuk melayangkan gugatan bila hasil resmi benar-benar menyatakan dukungan kepada amandemen. Hasil resmi dijadwalkan akan dirilis 12 hari setelah referendum yang berlangsung hari ini, Senin (17/4).
Erdogan, kalangan populis yang pernah melarang berdirinya partai Islam, sudah berkuasa sejak 2003 tanpa rival yang sepadan. Turki di bawah kepemimpinanya menjadi negeri dengan pertumbuhan industri tercepat di Eropa dan Timur Tengah.
Erdogan selalu mengatakan kalau Turki butuh perubahan untuk mengakhiri ketidakstabilan kronis yang menggerogoti negara seiring usaha militer melakukan kudeta. ”Untuk kali pertama dalam sejarah Republik, kita mengubah sistem undang-undang berdasar politik sipil,” katanya dalam pidato kemenangannya.
Namun, oposisi tidak tinggal diam. Salah satu partai penentang, Partai Demokrasi Rakyat, mengeluhkan ada sekitar tiga juta kertas suara yang tidak terstempel. Dan itu memengaruhi hasil.
”Karena itu, satu-satunya keputusan untuk mengakhiri legitimasi suara dan mengurangi ketegangan dari pemilihan ini adalah membatalkan hasil pemilihan,” kata deputi chairman partai Bulent Tezcan.
Tak hanya itu, kemenangan Erdogan bakal membuat hubungan Turki dengan negara-negara Uni Eropa (UE) kian panas. Selama ini Turki dan UE memiliki kesepakatan untuk menampung para pengungsi Syria dan Iraq.
Erdogan menyatakan akan meninjau lagi kesepakatan itu setelah referendum. Salah satu pemicunya adalah tak kunjung dimasukkannya Turki sebagai anggota UE. Turki juga berang setelah beberapa negara UE menolak penyelenggaraan kampanye referendum di tempat terbuka. Turki memiliki lebih dari 2 juta diaspora di negara-negara Eropa. (Reuters/AFP/sha/tia)
0 Komentar