Video hot siswi SMP berbuat asusila di kuburan Cina beredar di Youtube. Adegan panas dilakukan di siang bolong. Namun, perbuatan tak senonoh pasangan ABG itu kepergok warga.
Warga lantas merekam pasangan ABG tersebut dalam kondisi tanpa busana sambil mengintrogasinya. Pemeran wanita dalam video hot tersebut disebut-sebut siswi SMP 3.
Video berdurasi 56 detik ini diupload oleh akun Gilman Faza di youtube pada 28 Maret 2017. Hingga Senin (3/4/2017), video hot berjudul ‘kepergok mesum di kuburan cina’ itu sudah dilihat 2.077 kali.
Dalam video panas itu, si pemeran perempuan tampak duduk merapatkan lututnya menutupi bagian intimnya agar tidak terlihat. Sesekali ia tertunduk sambil menangis di depan pacarnya.
Sedangkan pemeran laki-laki tampak duduk santai dan tak berusaha menutupi kemaluannya. Dia juga tampak santai menjawab pertanyaan yang dilontarkan warga.
“Asyiknya main di kuburan Cina gratis, gak usah pake bayar, pake tiket. Tapi efeknya hukum jalurnya coy,” ucap pria yang merekam sambil mengintrogasi pasangan remaja tersebut.
Penelusuran pojoksatu.id, video hot tersebut melibatkan pasangan remaja di Sukabumi Jawa Barat. Video itu sudah diperbincangkan warga Sukabumi sejak November 2016 lalu.
Ketua PGRI Kota Sukabumi Dudung Koswara menyayangkan aksi tersebut terjadi di kalangan pelajar. Hanya, ia tidak bisa menyalahkan siapa pun, baik orang tua maupun sekolah.
“Namun hal ini harus jadi pekerjaan rumah kita bersama, terutama orang tua, sekolah dan guru,” paparnya saat hubungi Radar Sukabumi (grup pojoksatu), Rabu (9/11).
Menurutnya, beredarnya video tersebut ‘menampar’ lembaga pendidikan, orang tua dan masyarakat. Karena dianggap tidak maksimal memberikan pemahaman etika ketika di sekolah.
Orang tua dianggap lebih mementingkan ekonomi daripada anaknya dan masyarakat selalu acuh terhadap lingkungannya.
Padahal, lanjut Dudung, secara bersamaan dunia maya begitu masif melalui teknologi digital yang menggerogoti mental pengetahuan dan karakter generasi muda.
Bagi Dudung, sistem pendidikan seperti apa pun harus bersinergi antara tiga faktor yakni orang tua, sekolah dan masyarakat.
“Berkaca dari kasus ini, kita harus belajar untuk lebih menanamkan perhatian lebih kepada anak-anak kita,” jelasnya.
(one/pojoksatu)
0 Komentar