Pasukan Cyber Muslim Bersihkan Virus WannaCry dari Indonesia, Eropa pun Salut


Beberapa hari, Indonesia turut heboh dengan virus ransomware WannaCry. Namun kini, sebaran ransomware itu dilaporkan sudah tak semasif akhir pekan lalu.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara menuturkan, saat ini Indonesia sudah aman dari ransomware tersebut.

"WannaCry itu sudah bersih dari Indonesia. Pagi ini sudah tak ada isu lagi. Boleh dikatakan aman," ujar Rudiantara di di Fairmont Hotel, Senayan, Jakarta, Rabu 17 Mei 2017.

Dia mengakui, memang masih ada kasus penyebaran WannaCry, namun itu terbilang sedikit, tak sampai besar dibanding yang terjadi sebelumnya. Angkanya diperkirakan tak signifikan

"Sudah aman, kita aman. Mungkin tak sampai 100 persen. Kalau satu yang kena dari ratusan hingga jutaan komputer di Indonesia, apalah artinya," kata dia.

Dalam kesempatan tersebut, pria yang akrab disapa RA itu menyampaikan terima kasih atas peran pasukan cyber muslim di Indonesia sehingga insiden tersebut dapat teratasi dengan relatif cepat.

"Saya juga ucapkan terima kasih bagi yang membantu mengamankan Indonesia jadi lebih baik lagi dari negara lain, khususnya Eropa," ujarnya.

Sebelumnya, serangan siber berupa ransomware WannaCry telah menghantam jaringan komputer di dunia. Dampaknya, jaringan di rumah sakit, bank dan instansi pemerintah di berbagai negara dunia terkena virus pemalak tersebut.

Kehebohan ransomware WannaCry yang menyerang banyak negara berangsur menurun. Namun serangan itu masih menyisakan pertanyaan, mengapa banyak fasilitas kesehatan menjadi korban?

Seperti diketahui, di Inggris, komputer yang menjadi korban serangan ini, merupakan komputer milik fasilitas kesehatan. Meskipun tak sebanyak di Inggris, salah satu fasilitas kesehatan di Indonesia juga terkena serangan ini.

Dikutip dari CNN Money, Rabu (17/5/2017), komputer dengan software lawas yang kebanyakan berada di fasilitas kesehatan, menjadi alasan kuat mengapa banyak fasilitas kesehatan menjadi sasaran malware tersebut.

Bill Marsh, seorang veteran di bidang teknologi informasi kesehatan dan peneliti keamanan di The Phobos Group menyebut tak banyak orang menyadari alat-alat di rumah sakit--mesin MRI, ventilator, dan beberapa mikroskop--pada dasarnya merupakan komputer.

Seluruh peralatan itu dilengkapi software yang kerap membutuhkan pembaruan berkala. Namun tak jarang, produsen alat berhenti memberikan dukungan pembaruan setelah sekian lama, sehingga alat itu menjadi rentan terhadap serangan malware.

"Saat berada di tengah operasi, ketika terkena serangan, mesin apa pun tak dapat dijalankan, dan solusinya adalah metode manual," ujar Marsh.

Oleh sebab itu, menurutnya, peralatan kesehatan dengan keamanan buruk dapat membahayakan pasien. Ia pun menyarankan fasilitas kesehatan harus melakukan audit berkala pada peralatannya.

Di samping itu, perlu dilakukan pembagian jaringan, sehingga saat satu jaringan diserang, penyebarannya tak langsung meluas ke seluruh sistem.

(lip)

Posting Komentar

0 Komentar