Bali selalu didengungkan menjadi destinasi wisata terbaik di dunia. Tidak kalah dengan yang lain. Bahkan, kegiatan internasional kerap dilaksanakan di Pulau Dewata ini.
Tapi, ada yang mengganggu akhir-akhir ini karena Bali murah bagi wisatawan Tiongkok. Ada dugaan pariwisata Bali dijual sangat murah alias “diobral” di Tiongkok.
Ironisnya, hal itu diakui beberapa tokoh pariwisata yang selama ini menangani wisatawan Tiongkok.
Mulai Ketua Bali Liang (Komite Tiongkok Asita Daerah Bali) Elsye Deliana, Wakil Ketua Bali Liang Bambang,
Sekretaris Bali Liang (Komite Tiongkok Nasional) Herman, Komite Tingkok Nasional Chandra Salim dan Ketua Komite Tiongkok DPP Asita (Nasional) Herry Sudiarto.
Elsye Deliana mengatakan, tidak bisa dipungkiri wisatawan Tiongkok doyan berwisata ke Bali. Bahkan, kini wisatawan Tiongkok menduduki peringkat pertama jumlah kunjungan paling tinggi.
Namun, dibalik itu ada praktik-praktik tak patut lantaran paket wisata ke Bali di Tiongkok dijual dengan harga murah.
“Kasarnya begini ya, Bali itu dijual sangat murah di Tiongkok oleh agen – agen tertentu. Sangat murah, bahkan semakin berlomba untuk lebih murah,” jelasnya.
Ia menyebut fenomena ini sudah berlangsung sekitar 2 sampai 3 tahun di Bali. Tahun-tahun terakhir sudah semakin parah.
Elsye mengatakan sebelumnya Bali dijual 999 RMB (Renminbi) atau sekitar Rp 2 juta. Itu sudah termasuk tiket pesawat pulang pergi, makan dan hotel lima hari empat malam.
“Coba dibayangkan, dengan uang Rp 2 juta orang Tiongkok sudah bisa ke Bali, menginap di Bali 5 hari 4 malam dan sudah dapat makan,” kata Elsye.
Yang lebih parah lagi, adalah belakangan dijual lebih murah lagi. Setelah angka 999 RMB atau Sekitar Rp 2 juta, kemudian turun menjadi 777 RMB sekitar Rp 1,5 juta.
Kemudian turun lagi menjadi 499 RMB atau sekitar Rp 1 juta dan sudah sampai 299 RMB sekitar Rp 600 ribu.
“Coba dipikir, dengan Rp 600 ribu bisa dapat tiket ke Bali dan balik lagi ke Tiongkok. Dapat makan dan hotel selama 5 hari 4 malam. Jadi kualitasnya seperti apa,” tanyanya.
“Yang menjadi pertanyaan saat ini, kenapa sampai bisa dengan harga seperti ini? Istilah kami zero tour fee (perjalanan biaya murah),” sambungnya.
Selain itu, dikatakan, ada pengusaha dari Tiongkok yang membangun usaha Art shop di Bali. Dengan jumlah yang sudah cukup banyak di Bali, toko – toko ini memberikan subsidi wisatawan dengan biaya murah itu ke Bali.
Namun, mereka wajib untuk masuk ke toko – toko itu. “Ada subsidi dari art shop besar yang punya beberapa di Bali. Subsidi ini yang bisa membuat harga murah,” ungkapnya.
Wisatawan ini kemudian membeli barang – barang berbahan latex, seperti kasur, sofa, bantal dan lainnya.
“Dengan alasan bahwa Indonesia penghasil karet, sehingga barangnya jauh lebih murah. Padahal barang itu sebenarnya barang buatan Tiongkok juga,” Kata Bambang Putra.
Ironisnya, dalam lima hari empat malam, selama empat hari hanya masuk toko – toko milik orang Tiongkok juga.
Bahkan diduga pembayarannya juga dengan wechat (pola Tiongkok) dengan system barcode.
“Jadi transaksinya berputar saja, datang ke Bali dari Tiongkok, belanja ke Toko Tiongkok, kemudian system pembayaran masih ala Tiongkok,” ungkap Elsye.
Uniknya lagi, ada yang mengambil barang di Bali, ada juga yang mengambil barang di Tiongkok. “ Bali itu bagi mereka isinya hanya toko – toko yang jual latex karena Indonesia penghasil karet,” imbuh Elsye.
(rb/feb/mus/JPR)
0 Komentar