EMPAT hari pascagempa dan tsunami yang melanda kota Palu, suasana masih mencekam. Gempa berkekuatan 5 koma masih berkali-kali terjadi sejak Jumat 28 September 2018 hingga pagi ini.
Tak kenal waktu malam dan siang, pagi dan sore gempa datang melanda seiring trauma menghantui.
Bantuan belum lagi tiba di lokasi kami berada di daerah Karanjalembah, perbatasan kota Palu dan Kabupaten sigi. Yang batasnya hanya dipisahkan jalan.
Baik itu tenda untuk berteduh dan bahan makanan maupun kebutuhan lain bagi perempuan dan anak-anak. Pembalut dan pampers. Semuanya masih mengandalkan stok pribadi.
Di kantor telkom jalan Kijang Palu, kisah warga yang tak mendapatkan bantuan makanan dan tendapun kerap terdengar. Mereka mempertanyakan kemana bantuan itu tiba. Kabar beredar, bahwa bantuan itu dijarah kerumunan manusia yang mengaku warga.
Memang aksi penjarahan di hari kedua dan seterusnya pascagempa terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan dan minimarket. Tak hanya makanan dan kebutuhan pokok lainnya, beras, popok, dan lainlain.
Namun aksi penjarahan menjurus ke pencurian. Bayangkan alat-alat kesehatan seperti treadmill, dan alat besar lainnya ikut dijarah. Di Mall Tatura Palu yang 70 persen bangunan hancur, di situ "warga" mencuri alat-alat kesehatan, baju2, bahkan ada yg menjarah toko handphone di depan Mall Tatura Palu.
Sementara itu hampir seluruh SPBU dipenuhi warga yang menimbah langsung bensin dari sumur-sumur SPBU. Manusia berkerumun, jalan macet. Kita tak tahu lagi manusia mana yang sebenarnya dan mana mereka yang perampok. Akibatnya kelangkaan BBM menjadi niscaya.
Saya sendiri yang menyaksikan pemandangan ini, bertanya dalam hati, dimana aparat yang harusnya mengamankan lokasi dan kebutuhan vital ini? Kalo mereka ada dan menjaga dengan ketat apakah warga masih berani melakukan aksi tak beradab itu?
Dimana polisi, tentara dan pemerintah lokal, pemerintah pusat? Apakah mereka tahu apa yang terjadi di palu saat ini? Mungkin pertanyaan tak cocok bagi oknum pemerintah lokal. Merekapun bagian dari saya yang terdampak musibah dahsyat black friday. Sehingga mereka sendiripun tak berdaya dan tak mampu berbuat apa2.
Mereka pemerintah pusat, mereka Aparat dari pemerintah RI atau dr provinsi tetangga, dimana kalian? Kami sungguh membutuhkan bantuan. Bukankah negeri ini telah lama berdiri lengkap dengan prosedur penanganan masyarakat pascagempa? Kami seperti ditinggalkan sendiri.
Tak banyak lagi uang di tangan kami tetapi kami masih ingin makan dan minum secara halal yang dapat kami beli di toko2 dan kios2.
Tak banyak lagi uang di tangan kami tetapi kami pun tak bisa mengakses ATM untuk mengambil hak kami krn bank khawatir akan penjarahan.
Lalu langkah kamipun menjadi lumpuh krn untuk mengakses bantuan kami butuh kendaraan utk mengantar kami di lokasi2 pengungsian, krisis center dan tempat dimana kami bisa mengakses bantuan pangan. Kendaraan tak bisa jalan tanpa BBM. Sementara bermacam- macam isu beredar tanpa terbendung bahwa palu akan tenggelam, bahwa lumpur semakin dekat ke kota. Kami menjadi khawatir dan ingin meninggalkan kota ini.
Lalu ketakutan akan informasi penjarahan dan perampok di jalan2 terdampak gempa tsunami ini merambah. Mengisi ruang2 hampa dihati kami yang dipenuhi kecemasan..
Atas nama kemanusiaan, tolong kami. Jaga kami dari aksi penjarahan manusia tak beradab yang memanfaatkan musibah atas kepentingan pribadi. Bukankah kalian punya senjata untuk menembak mereka yang perampok itu.
Atur kota Palu Donggala dan Sigi agar semua objek vital dapat kami akses dan tidak terjadi perompakan yang datang membawa parang untuk menjarah. Lindungi kami, bukankah kami bagian dari warga negara Indonesia..
Anita Anggriany Amier, pemred Palu Ekspres/Fajar Group
0 Komentar