"Kami Dibayar Rp90ribu per hari, Kalau Mereka yang Asal China Bisa Rp400 ribu"



Tenaga kerja asing (TKA) ilegal, terutama dari Tiongkok, sudah menjamur di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Di sana, ribuan TKA bekerja di sektor kasar yang semestinya bisa diisi tenaga kerja lokal.

Para pekerja asing itu bekerja di proyek pembangunan nasional yang digarap investor Tiongkok.

Berdasar penelusuran Jawa Pos di lokasi proyek yang berada di Desa/Kecamatan Morosi, Konawe, mudah ditemukan pekerja asing yang menduduki posisi buruh angkut campuran semen, angkut potongan besi, hingga sopir kendaraan katrol.

Fahrudin, warga setempat, mengatakan, TKA kasar di Morosi sebenarnya ada sejak lama.

Namun, belum pernah ada operasi keimigrasian dan ketenagakerjaan yang berhasil mengungkap keberadaan pekerja itu.

’’Yang terdata secara tertulis di perusahaan dan imigrasi hanya 600 pekerja asing,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (30/12).

Fahrudin menceritakan, para TKA itu selalu lari saat ada operasi imigrasi dan ketenagakerjaan. Misalnya, saat operasi keimigrasian beberapa minggu lalu, tak ada seorang pun tenaga kerja asing kasar yang terjaring.

’’Karena mereka (TKA) lari ke hutan kalau ada operasi, sembunyi,’’ kata pria yang pernah bekerja sebagai tukang jasa antar galon air mineral dan tabung gas untuk pabrik para TKA bekerja tersebut.

M. Fajrian, tenaga lokal yang bekerja di proyek Morosi, membenarkan soal banyaknya pekerja asing yang berposisi tenaga kasar.

Imbalan mereka pun lebih besar daripada orang pribumi yang bekerja di posisi yang sama.

’’Kalau kami (pekerja lokal) dibayar Rp 90 ribu per hari, tapi kalau mereka (pekerja kasar Tiongkok) bisa Rp 400 ribu sehari,’’ bebernya.

Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Kabid HI dan PK) Disnakertrans Sultra Makner Sinaga mengakui kinerja pengawasan TKA memang belum maksimal.

’’Saya akui itu, kami tidak maksimal. Tapi, kendala yang kami hadapi juga tidak sedikit. SDM yang sedikit, lingkup kerjanya sampai 17 kabupaten/kota,’’ ujarnya.

Dia menjelaskan, di Sultra terdapat 7.203 perusahaan. Sesuai dengan data yang diperoleh, dari total tersebut, hanya 14 perusahaan yang mempekerjakan TKA dengan total 739 orang.

’’Keterbatasan SDM dan anggaran sehingga membuat kinerja kami tidak maksimal. TKA di Sultra sendiri mayoritas bekerja di sektor tambang,’’ ungkapnya. (jpnn)

Posting Komentar

0 Komentar