Bawaslu : Tim Nomor 2 Banyak Lalukan Money Politic, Tapi Selalu Berkilah



Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI bersuara keras terkait adanya aksi bagi-bagi sembako dan sapi di Kepulauan Seribu, jelang Pilgub DKI Jakarta putaran kedua.

Bawaslu menyatakan, sejak satu minggu lalu tercatat banyak temuan dan laporan aksi bagi sembako oleh tim pemenangan pasangan Basuki T. Purnama – Djarot Saiful Hidajat (Ahok-Djarot).

Ketua Bawaslu DKI Mimah Susanti meminta tim kampanye pasangan nomor urut 2 menghentikan pembagian sembako. Jika dilihat dari rentetan temuan dan laporan, aksi lebih masif memang dari tim pasangan nomor urut 2.

’’Pembagian sembako paling banyak diduga dilakukan pasangan nomor urut 2. Di Pulau Seribu 17 Sapi dan 150 paket sembako diduga dibagikan langsung PDIP,’’ kata Mimah kepada Jawa Pos saat dikonfirmasi kemarin (17/4).

Mimah menekankan, sapi-sapi milik PDIP tidak boleh dibagikan sampai pilgub DKI selesai. Meski kesulitan untuk menelusuri kasus tersebut, bawaslu akan melakukan investigasi untuk mengetahui dalang kasus pembagian sembako.

”Sebab bukan hanya di Kepulauan Seribu. hampir di semua wilayah ada pembagian sembako,” ungkap dia.

Bawaslu hanya bisa mengklarifikasi. Saat diklarifikasi, tim pasangan nomor urut 2 selalu berkilah. Mereka tidak merasa membagi-bagikan sembako.

”Tentu kami juga memberi imbauan kepada tim pemenangan pasangan nomor urut 3,” sambung dia.

Mimah menyatakan, modus bagi-bagi sembako beragam. Misalnya dengan menggelar pasar murah. Seandainya sembako dijual dengan harga normal tidak ada masalah.

Namun yang terjadi sembako dijual dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran. Menurut dia, pengaduan aksi bagi-bagi sembako terus diterima bawaslu.

”Kami terus menerima laporan dan berkoordinasi dengan kepolisian. Ini tidak boleh diteruskan,” ujar dia.

Sementara itu, Ketua KPU DKI Sumarno, menyatakan, aksi bagi sembako maupun uang oleh relawan dan tim kampanye adalah kecurangan yang bisa merusak kualitas pilgub.

Dia sangat menyayangkan perbuatan tersebut. ”Kampanye dilarang memberi sesuatu dalam bentuk barang, uang, atau lainnya untuk mempengaruhi agar memilih atau tak memilih calon tertentu,’’ tegas dia.

Mantan aktivis HMI Cabang Jember, Jawa Timur itu, menegaskan bila melanggar aturan, pihak manapun akan terkena sanksi pidana hukuman penjara 36 sampai 72 bulanan dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

’’Pemberi dan penerima bisa terkena ancaman pidana. Maka itu, penerima harus menolak,’’ jelasnya.

’’Jika bawaslu berhasil membuktikan pasangan calon memang melakukan politik uang, maka bisa dianulir, didiskualifikasi. Ini berat sekali sanksinya,’’ tambah dia. (jpnn)

Posting Komentar

0 Komentar