Ceramah Zakir Naik kemarin (2/4) seolah ingin dibungkam media. Ustad internasional yang sering 'menciptakan' muallaf ini dianggap bisa memecah belah kerukunan. Hingga jamaah yang ingin menyaksikan ceramahnya, harus menggunakan saluran televisi khusus atau streaming di facebook. Hal ini membatasi akses untuk menyaksikan Zakir Naik.
Bandingkan dengan pengadilan Jessica yang ditayangkan langsung beberapa episode dengan rentang waktu yang panjang. Atau juga gosip artis dan acara wedding artis yang menghabiskan slot siaran televisi.
Apa pelajaran yang bisa diambil dari dua tayangan tidak berkualitas tersebut? Cara membuat kopi yang baik atau bagaimana supaya bisa hidup mewah kayak artis?
Padahal, haqul yakin jika ada televisi nasional yan menyiarkan ceramah Zakir Naik, ratingnya pasti bisa melonjak sangat tinggi.
Sungguh suatu keadaan yang membingungkan, di negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar ini, para petinggi seolah takut pada rakyatnya sendiri.
Media besar kompak malah memberitakan kebobrokan seorang publik figur yang kebetulan seorang muslim yang kebetulan juga tertangkap korupsi atau memakai narkoba.
Ambil contoh kasus Ridho Rhoma yang tersangung narkoba dan Ustadz Al habsyi dengan kisruh rumah tangganya. Untuk dua kasus tersebut, media besar seolah mendapat bahan bakar ber-oktan tinggi. Mem-blow-up habis-habisan.
Dan yang paling miris, para buzzer 'sebelah' men-generalisasi bahwa itu adalah keburukan ajaran Islam. Jika memang logika mereka (para buzzer) yang dangkal itu diterapkan dibidang hukum, niscaya penjara dipenuhi pisau, cangkul, pistol dan narkoba.
Balik lagi ke Zakir Naik, seharusnya negeri yang direbut dengan darah dan nyawa ribuan ulama ini tidak phobia pada rakyatnya yang beragama Islam. Semoga negeri yang seharusnya kaya raya ini bisa kembali bersatu padu dengan rakyat, bukan menganggapnya musuh atau hama yang harus dibasmi. (op/rakyatsumatera.com)
0 Komentar