Terkait BLBI, Sjamsul Nursalim Berlindung di Singapura


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan otoritas di Singapura untuk pemanggilan Sjamsul Nursalim. Pemilik Bank Dagang Negara Indonesia itu  seharusnya diperiksa sebagai saksi pada Senin, 6 November 2017 dalam kasus BLBI, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah  mengatakan KPK akan menyiapkan sejumlah upaya alternatif agar Sjamsul Nursalim bisa datang mememuhi panggilan KPK. “Apakah koordinasi lebih lanjut dengan otoritas di Singapura atau pencarian bukti-bukti yang lain," kata Febri Diansyah di Jakarta, Senin, 6 November 2017. 

Sjamsul Nursalim rencana diperiksa bersama istrinya Itjih Nursalim sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung. Ini adalah pemanggilan pemeriksaa untuk yang ketiga kalinya terhadap  Sjamsul dan Itjih.

Surat panggilan sudah disampaikan ke kediaman Sjamsul yang kini bermukin di Singapura. Febri menjelaskan KPK telah berkoordinasi dan meminta bantuan otoritas Singapura, namun keduanya tetap mangkir dari pemanggilan KPK. 

Febri mengakui adanya masalah  dalam pemanggilan Sajmsul Nursalim dan istrinya karena keduanya telah tinggal di Singapura. “Ada aturan hukum yang berbeda dan batasan kewenangan KPK ketika tidak ada di wilayah Indonesia," kata Febri.

Karena itu, kata Febri, KPK akan mencari jalan keluar yang sesuai, antara lain melalui mekanisme kerja sama internasional agar nantinya penanganan perkara itu tidak tertunda-tunda.

KPK telah menetapkan  mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.

Sjamsul adalah pemilik BDNI dan PT Gajah Tunggal. Ia tercatat terakhir kali berada di Singapura di rumah duka Mount Vernon Parlour saat melayat pengusaha Liem Sioe Liong pada 18 Juni 2012.

Berdasarkan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kerugian keuangan negara dalam kasus BLBI ini mencapai Rp 4,58 triliun. BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, yaitu SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajibannya. 

TEMPO

Posting Komentar

0 Komentar