Setelah menonton ILC tadi malam yang mengangkat tema "may day...may day...may day", yang membahas masalah Buruh Lokal versus Buruh Asing, saya akhirnya sedikit bersimpati kepada GPL (Gerombolan Penista Logika).
Mendengar pemaparan dari dua orang warga Morowali yang dipecat dari pekerjaan karena tugasnya sudah diambil alih TKA asal China, kemudian pemaparan bernas dari Bung Said Iqbal dan mbak berjilbab, saya yakin mata kita semua semakin terbuka.
Maaf yang saya maksud dengan kita semua adalah rakyat negeri ini yang masih waras.
Tapi kemudian ketika giliran berbicara dari serikat buruh yang pro rezim ini yang kemudian dengan terbata-bata mencoba bermain kata, saya cuma bingung, kawan ini perwakilan Buruh kita atau perwakilan Buruh utusan PBB?
Koplak, kesempatan kerja Buruh Lokal kita direbut asing kok malah ngga protes, ente perwakilan Buruh mana tong?
Sama dengan Yorrys Raweyay yang berusaha membiaskan poin peraturan Undung-undang khususnya aturan TKA yang sebelumnya wajib bisa berbahasa Indonesia diganti kewajiban perusahaan memfasilitasi pelatihan untuk berbahasa Indonesia.
Perbedaan kalimat wajib bisa berbahasa Indonesia dengan memfasilitasi pelatihan berbahasa Indonesia saya pikir sangat nyata bahkan untuk sekelas anak TK.
Tapi begitulah, mereka terpaksa memutar kata-kata dan membengkokkan lidah demi membenarkan kebijakan-kebijakan rezim ini yang seringkali blunder dan merugikan kepentingan anak bangsa.
Akhirnya saya menyadari kalau lakon yang harus dijalani para pendukung rezim ini tidak mudah.
Mungkin saja mereka seringkali harus menyumpah-serapah, menahan malu sampai menangis sendiri ditengah malam karena ditagih kebenaran oleh nurani mereka sendiri.
Sungguh tidak mudah dan kita doakan mereka tidak gila apalagi sampai nekad bunuh diri.
Jadi kalau ada yang sudah mulai gila seperti Abu Janda, tolong kita pahami dan mari kita berikan sedikit simpati, mereka cuma korban keadaan demi mencari sesuap nasi.
Bagaimana dengan Profesor Koplak dan Dosen Nganu?,
Firaun dan Namruz juga orang-orang pintar dan terpelajar, mungkin sudah S-7 andai ada strata itu.
Maaf, saya tidak akan mengkomentari si Adian Napitulu karena saya belum selesai kursus bahasa curut.
Saya juga tidak melihat ada yang menarik dari ucapan dari simbak partai Nasdem yang cuma membaca pasal-pasal Kepres, justru agak menggelitik karena dia mempertanyakan kenapa ILC selalu mengundang Fadli Dzon, untung saja dia tidak mempertanyakan kenapa host-nya selalu Bung Karni atau lebih berbahaya kenapa saya jadi Ketua Partai Tirik Yaluk.
Oh iya, saya juga tertarik kenapa orang-orang dari Partai ini dan para komplotannya selalu terbata-bata kalau melafalkan bahasa Arab, makanya jangan anti Arab kalau Sholat dan ritual keagamaan kita wajib menggunakan bahasa Arab.
Ngomong-ngomong, kenapa orang itu mendjarot (kabur) padahal acara belum selesai ya?
Saya setuju dengan Pak Rizal Ramli yang menyatakan Indonesia tidak butuh TKA unskilled, bahkan banyak Anak bangsa yang mampu melakukan banyak hal yang konon hanya bisa dilakukan oleh tenaga kerja asing yang profesional, masalahnya tidak ada keberpihakan Pemerintah kita mulai dari jaman dahulu sampai sekarang terhadap anak bangsanya sendiri.
Baiklah, saya harus mengakui kalau kita memang butuh TKA untuk pekerjaan-pekerjaan yang butuh skill tinggi seperti menggosok gigi buaya dan memotong kuku macan di kebun binatang.
Selain itu, semua anak bangsa kita mampu mengerjakannya kawan, jadi tolong berhenti beretorika dengan alasan investasi kecuali anda memang bermaksud menjual negeri ini.
#KomunitasKomunikasiCintaIndonesia
#RPP2019
#KODE_PRIbumi
0 Komentar