Kisah Zohri, Tak Mampu Beli Sepatu Meski Sering Juara


Kamis dini hari (12/7/2018), pesan singkat di WhatsApp ponsel Baiq Fazilla (29), dari sang adik tercinta, Lalu Muhammad Zohri, sangat mendebarkan. Pesan itu berbunyi, “Doakan saya akan bertanding”.

Beberapa kemudian, Zohri mengirim video yang menunjukkan kemenangannya dalam lomba lari dunia U-20 di Finlandia.

“Kami tidak menyangka adik kami Badok akan berhasil jadi juara dunia. Badok itu nama panggilan keseharian kami untuk Zohri,” kata Fazilla sumringah pada Kompas.com di rumah Zohri di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara.

Rumah Zohri mendadak ramai dipadati tetangga, orang kampung seberang dan dari daerah lainnya.

“Biar saja kami yang datang memberi hormat pada Zohri dan keluarga, karena selama ini mereka keluarga Zohri sudah hidup susah. Biar dia sering juara begitu saja hidupnya serba kekurangan,” kata Mahsun, warga setempat.

Hidup memprihatinkan

Rumah Zohri yang berdinding kayu dan anyaman bambu yang telah lapuk adalah saksi sejarah kehidupan remaja 18 tahun itu.

“Kami ini hanya tahu adik kami sangat kesulitan selama ikut lomba sejak kelas 3 SMP. Setelah ibu kami Saeriah, meninggal 2015 lalu, Zohri mulai ikut lomba hingga bapak kami Lalu Ahmad Yani, Agustus 2017 meninggal,” kata Fazilla.


Fazilla adalah kakak kandung Zohri yang paling besar. Ia selalu membesarkan hati adik tercintanya. Setiap kali Zohri merasa berkecil hati, dia selalu menyemangati.

Fazilla pun tahu adik tersayangnya bercita-cita ingin menjadi Kopassus. Keinginan itulah yang membuat sang adik terus berjuang dan mengikuti berbagai lomba lari dari ujung timur ke ujung barat Indonesia, bahkan luar negeri.

Siang itu, warga yang berkumpul di depan rumah Zohri menonton tayangan kemenangan Zohri di YouTube. Fazilla melayani warga yang penasaran, terutama para orang tua.

Meski sudah berkali-kali menyaksikannya, mereka tetap tak bosan menonton aksi Zohri. Mereka bahkan berkali-kali berteriak saat Zohri menembus garis finis.

“Anakku, ya Allah menang dia ya Allah. Terima kasih Nenek Kaji (Tuhan Semesta Alam). Syukur dia menang jadi juara dunia. Sudah terlalu lama dia hidup menderita dan serba kekurangan,” ucap Baiq Fatimah.


Tangisan para tetangga dan saudara Zohri meledak saat mereka kembali menyaksikan tayangan di YouTube.

Fatimah bercucuran air mata mengenang Zohri yang telah yatim piatu. Dia menangis ketika menceritakan betapa sulitnya keponakannya itu mendapatkan uang membeli sepatu.

“Karena tak mau merepotkan kami, dia memilih tak pakai sepatu sekolah SMP, banyak yang mau belikan. Tapi dia keras, selalu menolak, dasar Badoq,” katanya.

Fatimah juga menuturkan bahwa saat duduk di bangku SMP, Badoq alias Zohri kerap malas pergi ke sekolah. Mungkin karena sekolah di Mataram jauh dari rumah di Lombok Utara. Tapi belakangan setelah SMA dia berubah.

Mahsun yang juga warga sekampung Zohri bercerita bahwa sebelum bapak Zohri meninggal, dia diajak beradu lari dengan sang bapak di pinggir pantai.

“Bapaknya dan Zohri adu lari, saya tak tahu siapa yang menang. Tapi semangat Zohri itu adalah bapaknya. Bapaknya dulu pemain bola di kampung. Dia pemain sayap, mungkin bakat suka olah raga turun ke Zohri,” jelasnya pada Kompas.com.

Posting Komentar

0 Komentar