Rumah Kiai Ali Badri didatangi polisi karena kibarkan bom bendera tauhid di samping bendera merah putih. Seperti tersebar melalui medsos.
Hanya Karena KH ALI BADRI Mengibarkan Bendera Al LIWA di Halaman Rumahnya dan diminta untuk diturunkan . Namun KH ALI BADRI Tidak Mau Menurunkan Bendera Al LIWA tersebut ... Beliau menanyakan Dasar Hukum aoa yang Melarang Bendera Al LIWA atau Ar ROYA DILARANG Dikibarkan . Polisi Tidak Bisa Menjawab . Miris.... 😢😔🙈
Tokoh Madura tersebut memang terkenal tegas. Apalagi, menyaksikan kemarahannya setelah melihat aksi oknum Banser membakar kalimat tauhid di Garut, Jawa Barat.
Kemarahan KH Ali Badri dituangkan melalui youtube dengan tajuk ‘KH ALI BADRI KUTUK PEMBAKARAN KALIMAT TAUHID’. Karenanya, wajar kalau ada kabar dia bersikeras menolak menurunkan bendera tauhid di rumahnya.
Melalui akun youtube yang diunggah guntur nara persada, Selasa 25 Oktober 2018, KH Ali Badri benar-benar marah, sampai-sampai dua hari tidak bisa tidur setelah menyaksikan ulah oknum Banser tersebut.
Berikut pesannya yang diupload di laman youtube:
Saya menyikapi peristiwa pembakaran kalimat tauhid, Laailaha Illallah Muhammad Rasulullah, yang dilakukan oleh oknum Banser di Garut, sangat disayangkan dan saya kecam itu.
Saya mengutuk peristiwa itu. Anda mengerti enggak, bahwa kalimat tauhid itu bukan hanya milik satu golongan, tetapi milik umat seluruh dunia, umat Islam seluruh dunia. Jadi kalau seluruh dunia tersinggung, itu wajar.
Karena itu kalimat tauhid, tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasulnya, nabiyallah.
Jangan salah, oknum Banser jangan terus-menerus mengadakan suatu kelalaian, habis di Surabaya dikatakan Islam tai, katanya. Ini oleh oknum Banser juga. Kalau terus-terusan oknum Banser, ini bukan oknum akhirnya, kesengajaan.
Janganlah. Masak, semua diakhiri dengan permohonan maaf. Dan lagi pula minta maaf, itu tetap, tapi hukum harusnya tetap ditegakkan, harusnya begitu supaya ada efek jera.
Dan jangan bubarkan Banser, Banser itu milik kita untuk kita umat Islam. Oknum Banser yang tidak genah (sehat) itu yang perlu dibubarkan, dicopot, kalau institusi Banser jangan, oknum-oknum yang ada di Banser itu yang perlu diluruskan, dengan taubatan nasuha.
Banser ini sejarah, ya, underbow Nahdlatul Ulama. Itu Ansor, Barisan Serba Guna itu, itu kebanggaan umat Islam sejak dulu. Dan mereka ikut menumpas PKI.
Perlu disasadai pula, jangan-jangan Banser sedang ditunggangi oleh PKI, karena PKI ingin bangkit kembali. Karena sesungguhnya PKI itu yang paling dengan sama Banser, jangan salah, jangan-jangan diperalat, setelah berhasil, Banser dulu yang dihabisi oleh mereka, mereka siapa? Ya PKI itu.
Waspadai gerakan mereka, apalagi ada syiah yang juga dompleng di situ. Hati-hati wahai saudaraku Banser, Ansor, engkau anak-anakku, adik-adikku, mari, hati-hati, bela agamanya, jangan jual murah, jual mahal pun jangan, tidak dijual kok. Apalagi dijual murah.
Saya marah, saya marah ini, bukan main ini, dua hari tidak enak tidur, berpikir, kok bisa terjadi, ini akhir kalam, pembicaraan terakhir ini, tidak ada pembicaraan atau kata kedua.
Hentikan itu, jangan terjadi persekusi pada ulama, jangan. Dakwah dihalangi. jangan. Anda disuruh siapa? Pasti ada by desain, ada sutradara di balik itu, ini yang perlu diwaspadai, yo, kita kembali ke jalan Allah swt. tegakkan kalimat Allah, tegakkan kalimat tauhid, Laailaha Illallah.
Selama masih berkalimat sahadat kalimat tauhid, itu adalah saudara kita. Jangan cari perbedaannya, carilah kesamaannya. Yo kita saling asah, saling asuh, jangan gasak gesek gosok, sehingga negeri ini menjadi kacau. Karena itu yang diinginkan mereka untuk mencapai tujuan. Untuk menguasai negeri ini.
Yakinlah di balik itu, ada sutradara, hakkul yakin, ainul yakin, umat Islam akan diadudomba. Wahai saudaraku, Ansor, Banser semua lembaga, semua ormas termasuk FPI sekali pun, mari bersama-sama, jangan mau diadu-domba, duduk tabayun, tetapi jangan keterusan, kadang-kadang kelalaian, kelengahan minta maaf, damai-damai, bagus, tetapi kalau keterusan disengaja itu. Tingkatkan barisan, rapatkan barisan, umat Islam bersatu. (zi/mky)
0 Komentar