Limapuluh kota menjadi daerah terbanyak miliki izin eksplorasi pertambangan galian c se-Sumatera Barat. Hal ini disinyalir ikut menjadi penyebab terjadinya bencana longsor dan banjir di sana.
Berdasarkan data Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar ada sebanyak 115 izin usaha pertambangan (IUP) bahan mineral bukan logam se-Sumbar, salah satunya galian c. Itu tak termasuk pertambangan tanpa izin atau ilegal.
Dari 115 tersebut, IUP terbanyak adalah di Limapuluh Kota, yakni sebanyak 41. Dari jumlah itu, 7 merupakan izin eksplorasi atau izin pembukaan pertama kali, sementara 34 lagi merupakan izin produksi atau izin ekplorasi lebih lanjut. Daerah dengan IUP terbanyak kedua adalah kabupaten Solok sebanyak 16, ketiga Pesisir Selatan yakni 14.
Untuk sebanyak 41 IUP di Limapuluh Kota tersebut berada pada areal 711,45 hektare lahan.
“Data itu diberikan ESDM ke DPRD Sumbar. Namun fakta sebenarnya eksplorasi galian c tentu lebih banyak lagi karena data tersebut tak memasukkan jumlah pertambangan ilegal,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Sumbar, M. Nurnas, Senin (6/3).
Untuk diketahui, urusan pertambangan, salah satunya pemberian izin IUP selama ini merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Namun mulai 1 Januari 2017 beralih menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Nurnas mengatakan memang tak bisa dikatakan bahwa eksplorasi galian c sebagai penyebab utama terjadinya bencana banjir dan longsor di Limapuluh kota. Namun, ekspolrasi tersebut ikut andil atau ikut menjadi penyebabnya.
Nurnas menjelaskan, eksplorasi galian C yang terlalu banyak akan merusak tatanan lingkungan dan ekosistem. Diantaranya terjadi cekungan-ceuangan pada sungai/batang yang dieksplorasi. Selain juga kerusakan sungai.
Alhasil daya tampung dan aliran sungai terganggu. Di saat musim hujan atau hujan bercurah deras, sungai tak mampu menahan air sehingga akhirnya mengakibatkan banjir. Eksplorasi galian C juga membuat penyumbatan saluran air.
Keadaan menjadi tambah parah, jika daya serap tanah di daerah hulu juga tak baik. Misalnya banyak pembabatan hutan dan daerah kosong. Belum lagi ditambah struktur geografi yang curam, penggunungan bebatuan dan jurang di sana.
Hal itu, kata dia, terbukti dari lokasi tempat terjadinya banjir dan longsor saat ini, yakni di Pangkalan. Sesuai data ESDM, dari 34 izin operasi IUP, 20 lokasi berada di Pangkalan. Daerah itu menjadi area paling banyak eksplorasi galian C di Limapuluh Kota.
“Dulu bencana serupa juga terjadi di sana. Jadi sudah dua kali, pada Tahun 2015 dan 2017 sekarang,” katanya.
Melihat fakta tersebut, Komisi IV DPRD Sumbar meminta Dinas ESDM untuk segera lakukan evaluasi. Pendataan semua galian C di seluruh kabupaten/kota harus dilakukan dengan teliti. Bukan hanya berdasarkan jumlah izin, namun juga pendataan galian C ilegal. Apalagi sekarang pemerintah provinsilah yang menjadi penanggung jawab soal pertambangan.
0 Komentar