Satu dua bulan lalu, media massa mainstream sibuk memoles Afi, yang dikatakan sebagai cerdas, remaja berbakat, dan segudang puja-puji lainnya yang terkadang lebay, seperti ucapan Rossi di Kompas TV yang bilang, “Speechless!” terhadap “kejeniusan”nya.
Orang yang tahu cara kerja pers, apalagi pers yang menjadi corong kepentingan tertentu alias yang sudah menjadi mesin propaganda, bisa dengan mudah mengetahui jika Afi sedang dipoles citranya agar menjadi Idol baru bagi remaja Indonesia.
Namun ibarat kata orang bijak, bangkai ikan tetap saja bau walau disiram ribuan galon minyak wangi. Dalam sekejap, tipuan demi tipuan yang dilakukan Afi terkuak lewat media sosial.
Tulisan-tulisannya yang dicitrakan bernas ternyata copas dari tulisan orang lain. AFI pun diplesetkan menjadi Aku Flagiator Indonesia. Dan sekarang dia stress, menjadi korban kekuatan hitam kaum pemodal.
Afi sudah tidak laku lagi dijual. Dan kekuatan hitam itu pun mencari nama lain yang dianggap bisa menjadi “The New Idol” kembali bagi remaja bangsa ini. Dan kali ini mereka agaknya menemukan dalam sosok remaja putri bernama Tsamara Amany.
Sosok Tsamara dianggap sangat cocok dengan kriteria mereka: KTP mencantumkan Islam sebagai agamanya, wajah camera-face, ada keturunan Arab walau tak berhijab, ahoker, pola pikirnya liberal, ceplas-ceplos dengan aneka istilah dari buku-buku yang dibacanya, mengaku suka politik dan dibuktikan dengan bergabung ke parpol ahoker bernama PSI, dan segudang “prestasi” lainnya.
Beberapa waktu lalu ketika Tsamara bertemu Fahri Hamzah di ILC, media-media mainstream memberikan pujian setinggi langit kepadanya walau di dalam acara itu Fahri bermain dengan sangat cantik, bijak, dan matang, jauh melampaui Tsamara. Yang terakhir, media memblow-up pernyataan Tsamara tentang status tersangka Setnov yang bilang, “KPK tidak pandang bulu!”.
Padahal KPK jelas pandang bulu, karena kasus-kasus besar seperti korupsi Sumber Waras, pembelian lahan Pemda DKI di Cengkareng sendiri, BLBI, Century, dan sebagainya sampai detik ini masih saja disimpan di dalam brankas KPK.
Namun ada juga blunder yang dilakukannya, ketika mengaku mulai tertarik dunia politik ketika bersama-sama ayahnya menonton berita teve tentang kerusuhan tahun 1998. Padahal waktu itu umur Tsamara baru 2 tahun! Hebat bener, umur 2 tahun sudah tertarik politik.
Ini sama saja dengan pengakuan Megawati yang di usia enam bulan sudah mampu bertanya kepada ayahnya soal nama tamu yang datang hanya dengan memakai sendal. Hebat bener kan? Emejing, kate orang Betawi.
Lihat media-media mainstream, hari ini hingga masih bisa dijual, mereka akan terus memoles mahasiswa Universitas Paramadina ini hingga bisa menjadi Idol Baru remaja bangsa ini. Tentu saja, jika nanti ada blunder lagi yang tak termaafkan seperti halnya yang dilakukan Afi, maka sosok ini pun expired. Kekuatan hitam ini akan terus mencari yang baru lagi.
Pers yang seharusnya menjadi pilar keempat bagi sistem demokrasi yang sehat, di negeri ini sudah melacurkan dirinya menjadi mesin propaganda kaum pemodal. Mereka telah menjadi bagian dari apa yang dikatakan Julien Benda sebagai “The Betrayal of Intellectuals”, para pengkhianat intelektual.
Sebab itu, kini banyak masyarakat yang tidak mau lagi nonton berita tv, beli koran, dan sebagainya. Mereka lebih mempercayai berita-berita yang bersliweran di medsos, walau yang ini pun banyak yang hoax.
Masyarakat kita sedang sakit. Demikian ucapan banyak orang. Tapi tahukah kita jika seperti halnya ikan, proses pembusukan selalu berasal dari kepalanya. Kepemimpinan yang lemah, tidak kompeten, sakit, selalu mengakibatkan keseluruhan sistem negara menjadi juga berantakan.
Dan tidak aneh jika Idol-Idol yang ditawarkan kepada masyarakat juga bagian dari sistem yang sakit ini.
Mau tidak ikutan sakit? Cepat-cepat sadarlah. Katakan yang jahat itu jahat. Katakan yang batil itu batil. Katakan yang putih itu putih dan hitam itu hitam.
Katakan apa adanya tanpa melihat sumber dompet Anda. Semoga Allah Swt tidak menutup hati kita dari kemampuan merasakan mana yang haq dan mana yang bathil.
Karena jika Allah Swt sudah menutup mata hati kita terhadap hal itu, maka kita menjadi orang gila yang sudah tidak lagi mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Naudzubillah min dzalik.
0 Komentar