DINO Gobel, bekas wartawan harian “Manado Pos” dan kini menjadi salah seorang pejabat pemda di Gubernuran Sulut (Sulawesi Utara), Jumat pagi 14 Juli 2017 mengirimi saya sebuah video YouTube. Isinya berupa Deklarasi Dukungan Dahlan Iskan atas nama “Relawan Demi Indonesia” kepada pasangan Jokowi-JK saat Pilpres 2014.
Video itu diambil dari salah satu siaran berita “Metro TV”, media milik Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem yang dikenal pendukung utama pasangan Jokowi-JK .
Saya sempat abaikan postingan itu. Karena dari segi aktualitas, video itu sudah tidak punya nilai berita. Hasil Pemilu Presiden 2014, bukan lagi topik hangat.
Selain itu, saya mencium ada kejanggalan.
Pada Pilpres 2014 tersebut Dahlan Iskan merupakan Calon Presiden dari Partai Demokrat. Tapi kemudian mendukung pencapres Jokowi dan pasangannya JK. Padahal Partai Demokrat ketika Pilpres 2014, memposisikan diri sebagai kekuatan netral.
Dahlan sendiri merupakan pemenang di antara 10 kandidat Presiden dalam Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat. Partai ini diketuai SBY. Di Pilpres 2014 tersebut, Dahlan Iskan sekalipun keluar sebagai pemenang konvensi, tidak diperjuangkan SBY menjadi kandidat.
Sehingga saya tidak melihat urgensi dan korelasi video itu dengan kemenangan Jokowi-JK dan saham dukungan Dahlan Iskan terhadap pasangan tersebut.
Tapi kemudian saya teringat pada postingan lainnya dari Dino Gobel, lalu seperti “mencium” ada kejanggalan tambahan.
Beberapa hari sebelumnya, secara berturut-turut, selama kurang lebih satu minggu, Dino Gobel memposting sejumlah foto tentang perjalanannya ke RRT. Dino ke negeri Tirai Bambu untuk mempromosikan Sulawesi Utara sebagai salah satu tujuan wisata menarik di Indonesia.
Tapi tiba-tiba mantan wartawan ini “loncat” dengan postingan politik, peristiwa yang terjadi tiga tahun lalu.
Jadi saya lihat ada yang tidak “nyambung” dengan postingan-postingan di RRT dengan video dukungan Dahlan Iskan terhadap Jokowi-JK.
Lalu ada apa sebetulnya dibalik postingan terbaru yang mengungkap peristiwa lama tersebut?
Di sini saya menemukan jawabannya, setidaknya bisa menebak. Apa maksud Dino Gobel!
Pejabat pemda Sulawesi Utara ini sepertinya sedang menguji kepekaan saya sebagai wartawan yang dia kenal berasal dari satu daerah dengannya.
Bahkan sebetulnya Dino sedang menyindir.
Bahwa ternyata saya tidak cukup kritis, tidak mampu melihat perubahan politik dan prilaku politik dari para elit kita. Senioritas, tidak menjamin keunggulan.
Cara pandang saya terhadap Jokowi- JK terlalu datar dan terhadap Surya Paloh cenderung subyektif!
Pertengahan Juni 2017, saya menurunkan tiga buah artikel tentang Dahlan Iskan. Untuk menulisnya, saya memang terbang secara khusus ke Surabaya, menemui Dahlan Iskan yang tengah menjadi tahanan kota.
Dalam tulisan, dimana Dino Gobel juga memberi reaksi, saya tidak menyinggung sama sekali keterkaitan boss “Jawa Pos” grup dalam ikut menyukseskan pasangan Jokowi-JK di Pilpres 2014.
Dalam tulisan tersebut, yang disoroti lebih ke masalah kejanggalan hukum, yang menyebabkan raja media ini menjadi tersangka.
Sementara kejanggalan dari segi politik, tidak saya singgung sama sekali. Kejanggalan itu misalnya terletak pada posisi Surya Paloh yang juga raja media, tetap aman secara hukum sekalipun sempat disebut-sebut bermasalah di pusaran politik di Medan, Sumatera Utara.
Wawancara dengan Dahlan selaku bekas Dirut PLN ini juga membahas soal rencananya menghadirkan Mobil Listrik sebagai kendaraan masa depan Indonesia.
Dino Gobel yang pernah berkarya sebagai jurnalis di harian yang terbit di Manado - media mana merupakan anak perusahaan “Jawa Pos”, agaknya kecewa melihat nasib politik Dahlan Iskan. Yang tidak mendapat pemberitaan secara lebih komprensif, seperti Surya Paloh.
Otomatis nasib bekas bossnya ini tidak sebaik nasib politik Surya Paloh.
Artinya lewat tulisan-tulisan yang ada, termasuk ulasan saya, Surya Paloh sebagai mantan boss saya, tidak sekedar bernasib baik. Melainkan menjadi salah seorang figure sentral yang mewarnai kiprah politik Jokowi-JK.
Ketika Jokowi-JK menyusun kabinet, Surya Paloh bisa menggolkan sejumlah nama menjadi Menteri.
Ketika duet Jokowi-JK terkesan ada keretakan, keretakan itu tidak mempengaruhi posisi Surya Paloh. Pengusaha asal Aceh yang besar di Medan dan Jakarta ini, bisa masuk keluar bebas di pintu kantor maupun rumah Jokowi dan JK.
Ini yang tidak bisa atau tak dilakukan oleh Dahlan Iskan. Membuat peringkatnya sebagai pendukung Jokowi-JK turun ke papan bawah.
Dahlan sebetulnya seorang politikus juga yang sekaligus pemilik media seperti Surya Paloh.
Perbedaannya, terletak pada cara mereka memanfaatkan media milik masing-masing. Surya Paloh mampu memaksimalkan peranan media miliknya. Tak peduli dengan berbagai kritikan yang muncul.
Atau boleh jadi karena jam terbang Surya Paloh dalam politik lebih unggul, maka dia lebih piawai menggunakan media dalam berpolitik.
Kalau bicara kasus hukum, Dahlan dan Surya, juga sama-sama memiliki persoalan.Perbedaan mereka, kalau kasus Dahlan terjadi di daerah Jawa Timur, kota Surabaya daerah asalnya, Surya terjadi di Sumatera Utara, kota Medan, tempat dimana pria keturunan Aceh ini dibesarkan.
Dahlan Iskan dalam kasus perusahaan daerah, Surya Paloh dalam kasus dana bantuan sosial pemerintah daerah Sumatera Utara.
Dalam kasus tersebut, Dahlan sendiri yang masuk penjara. Dahlan menjadi terhukum akibat “dikhianati” oleh anak buahnya.
Sementara dalam kasus Surya, dua anak buahnya yang masuk penjara : Rio Capella dan OC Kaligis. Rio merupakan Sekjen Partai Nasdem dan Dr.OC Kaligis, konseptor Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Partai Nasdem, sekaligus pengacara senior.
Dari segi dukungan Dahlan Iskan terhadap Jokowi-JK pada Pilpres 2014, sebetulnya tidak kalah dengan dukungan yang dilakukan oleh Surya Paloh.
Secara jaringan politik, Surya Paloh boleh jadi bisa lebih unggul. Sebab Surya dengan Partai Nasdemnya, menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Tetapi secara jaringan media, Dahlan jelas lebih unggul. Karena berita tentang dukungan terhadap Jokowi-JK itu disiarkan oleh semua media milik Dahlan Iskan. Yang jumlahnya jauh lebih besar dari kepunyaan Surya Paloh.
Milik Dahlan terdiri atas tidak kurang dari 20 televisi berbasis daerah, 200 harian lokal “Radar”, belum termasuk kantor berita swasta JPNN (Jawa Pos National Network) setara dengan kantor berita nasional “Antara”.
Sementara berita yang sama sekalipun juga disiarkan oleh media milik Surya Paloh tetapi paling banter hanya ada di dua media : “Metro TV” dan “Media Indonesia”.
Rekaman video itu cukup menarik. Terutama bila dilihat bagaimana Jokowi-JK membalas pujian dari Dahlas Iskan.
Dahlan misalnya menyebut separuh dari cara kerja Jokowi yang dia tiru. Sebaliknya Jokowi membalas Dahlan dengan mengatakan, dia yang justru seratus prosen meniru cara kerja Dahlan.
Sama halnya dengan JK yang membalas pujian Dahlan dengan menyebut, pemilik “Jawa Pos” itulah yang lebih hebat dari dia. Misalnya dalam kecepatan mengambil keputusan.
Saat acara Deklarasi “Relawan Demi Indonesia” itu disiarkan “Metro TV”, terlihat bahwa kepiawaian Dahlan Iskan berpidato mengenai masalah politik, tak kalah mengesankan. Bagaikan seorang singa panggung baru, Dahlan Iskan mengungguli Surya Paloh yang terkenal sebagai seorang orator bergaya proklamator Bung Karno.
Sorotan kamera terhadap Dahlan Iskan, tentu saja lebih banyak. Karena Dahlan sedang di atas mimbar. Namun Surya Paloh sendiri yang duduk sebagai undangan, tetap disorot kamera secara khusus. Sorotan itu sepertinya untuk membedakan Surya Paloh dan tokoh lainnya yang hadir di dalam acara Deklarasi itu.
Saya menduga, juru kamera “Metro TV” atau “switcher” yang berada di balik ruang kontrol bermaksud membuat keseimbangan. Jangan sampai Dahlan Iskan menjadi tokoh yang terlalu menonjol dibanding Surya Paloh.
Kalau puja-puji yang direkam dalam video ini di-review dalam rangka melihat sudut pandang dari sejarah perpolitikan, cukup tergambar bahwa kekalahan Dahlan Iskan sehingga seperti orang yang tak pernah berjasa pada Jokowi-JK, terletak pada kepolosannya.
Setelah terjerat hukum - menghadapi Jokowi misalnya, Dahlan mungkin lebih banyak menggunakan perasaan dan bahasa telepati. Sehingga ketika Dahlan ditangkap oleh aparat Kejakasaan Tinggi, Jawa Timur dengan tuduhan korupsi, yang dia lakukan hanya berharap tapi tanpa melakukan komunikasi. Semoga Pak Jokowi masih ingat akan dukungannya pada Pilpres tahun 2014.
Dahlan lupa, bahwa manusia ini lebih banyak pelupanya. Orang Indonesia itu gampang lupa atas perbuatan baik seseorang tetapi selalu ingat akan perbuatan tidak baik.
Dalam kasus hukum yang dihadapinya - apalagi karena merasa tidak bersalah, semestinya Dahlan tidak mengandalkan bahasa telepati dan membiarkan media miliknya bersikap netral. Beda dengan Surya Paloh, dimana medianya terkadang harus bersikap, termasuk pilihan tidak netral.
Semestinya dia meniru sedikit gaya, cara dan taktik Surya Paloh. Yang kelihatannya polos tetapi dibalik kepolosan itu juga ada sedikit gertakan yang dia selipkan di mana-mana. Juga memanfaatkan media miliknya sebagai alat perjuangan pribadi yang digoreng menjadi kepentingan nasional.
Tanpa gertakan ala Medan, tanpa dukungan “Metro TV” dan “Media Indonesia” Surya Paloh mustahil bisa mendapatkan banyak manfaat dari hubungan dan kedekatannya dengan Jokowi maupun JK.
Kursi Jaksa Agung yang begitu strategis, berhasil didapatkannya bagi Muhamamad Prasetyo. Mustahil bisa direbutnya, bila bukan karena ada permintaan yang diperkuat dengan sedikit “bluffing” atau gertakan.
Sebab Prasetyo sendiri sekalipun pernah berkarir di lembaga kejaksaan, tetapi secara hukum, dia sudah menyatakan, keluar dari korps kejaksaan. Dia justru masuk ke dunia politik, menjadi anggota DPR-RI mewakili Partai Nasdem.
Secara psikologis, Prasetyo sudah “mbalelo” dari korps kejaksaan. Tapi oleh Surya Paloh, dosa “mblalelo”-nya itu ditebus.
Juga kalau Surya Paloh hanya polos-polos saja, mustahil ia bisa meyakinkan Presiden Joko Widodo agar menyetujui beberapa sosok yang tidak punya latar karir di dunia diplomasi, tapi dapat menjadi Duta Besar di negara sahabat.
Alhasil. video kiriman Dino Gobel menyisakan banyak sisi menarik dari peta politik kekinian, sekalipun kejadiannya sudah banyak dilupakan orang. Termasuk para pelakunya. [***]
https://m.youtube.com/watch?v=2tKyFGqNGVQ&feature=youtu.be
Penulis adalah wartawan senior
0 Komentar