TERBERITAKAN bahwa Ketua Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua, Pendeta Benny Giay, mengatakan jemaat di Deiyai, Papua banyak yang berpendapat bahwa yang menjadi penguasa di wilayah mereka bukan Bupati, melainkan aparat keamanan.
Pendeta Benny Giay meratapi aparat keamanan lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal yang hadir di Papua lewat perusahaan-perusahaan mereka.
Ratapan
Ratapan Pendeta Benny Giay menggema setelah terjadinya penembakan terhadap warga sipil di Deiyai menewaskan satu orang dan melukai beberapa orang lainnya.
Menurut keterangan saksi mata, seorang warga Deiyai bernama Ravianus Douw (24 tahun) tenggelam pada 2 Agustus 2017 sekitar pukul 16.30 di kali Oneibo, Tigi Selatan. Korban berhasil diselamatkan oleh warga setempat dalam kondisi kritis.
Warga setempat kemudian memohon bantuan kendaraan kepada pihak perusahaan yang sedang membangun jembatan kali Oneibo untuk membawanya ke RSUD Deiyai tetapi ditolak.
Akhirnya warga yang kritis itu dibawa ke RS memakai kendaraan lain yang baru diperoleh secara cukup lama. Ketika tiba di rumah sakit, Ravianus tidak tertolong lagi.
Amarah Warga
Hal ini telah memicu amarah warga. Warga sekitar mengamuk dan melampiaskan amarah dengan membongkar camp perusahaan.
Untuk menghadapi amuk massa, pasukan bersenjata lengkap dari satuan Brimob Polres Paniai, turun ke lokasi dan melakukan penembakan.
Pihak keamanan mengatakan mereka menembakkan peluru karet, namun keluarga korban dan sejumlah saksi mengatakan para korban terkena peluru besi.
Pendeta Benny Giay mengurai berbagai faktor yang menyebabkan pelanggaran HAM seperti yang terjadi di Deiyai selalu berulang. Tidak ada faktor tunggal, berbagai pihak, termasuk gereja, turut andil.
Pdt Benny Giay mengemukakan sorotan terhadap aparat pemerintah baik sipil maupun militer, yang ia nilai selalu 'tiarap' ketika hal-hal seperti ini terjadi.
Menurut Pdt Benny Giay, banyak gereja di Papua hanya menyembah ajaran Gereja yang mati, kaku berorientasi ke dunia batin. Banyak pejabat elit dan aparat keamanan juga menyembah sesuatu yang lain yang tidak relevan dengan kehidupan masyarakat Papua. Yang mereka sembah adalah para pemilik modal. [***]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran
0 Komentar